Select Page

Perempuan Pendamping Psikologis Korban Tsunami Aceh

Perempuan Pendamping Psikologis Korban Tsunami Aceh

Sepuluh tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2004, Syarifah Yessi Hediyati menjadi korban tsunami di Aceh.  Ia kehilangan suami dan anaknya yang tersapu gelombang dahsyat hingga kejiwaannya terguncang. Kini ia bangkit dan mampu menjadi pendamping psikologis korban tsunami Aceh

Perempuan Pendamping Psikologis Korban Tsunami Aceh

Syarifah Yessi Hediyati | Kompas.com

Yessi mengalami depresi. Setiap Minggu pagi, Yessi selalu mengingat kejadian tsunami yang menelan korban ratusan ribu jiwa itu. Untungnya, saat itu ia mendapat kosultasi kejiwaan dan berhasil memulihkan kondisi psikisnya. Yessi merasakan manfaat adanya psikiater, psikolog, maupun konselor.

Sejumlah masyarakat Aceh yang tertimpa musibah tsunami saat itu memang tak hanya membutuhkan obat-obatan. Mereka juga sangat membutuhkan bantuan psikiater atau pendamping psikologis korban tsunami Aceh untuk mengatasi stres hingga depresi karena kehilangan orang-orang yang dicintai dan harta benda.

Menurut dia, kesehatan jiwa para korban yang baru tertimpa musibah harus diperhatikan. Jika tidak diatasi, akan banyak masyarakat yang mengalami gangguan jiwa berat. Namun, jumlah orang-orang yang menangani masalah kejiwaan di Indonesia jumlahnya masih jauh dari cukup.

Yessi yang merupakan lulusan kedokteran gigi ini kemudian terpanggil untuk membantu menenangkan jiwa kerabatnya yang juga tertimpa musibah. Ia tak tega melihat banyaknya masyarakat Aceh yang mengalami depresi hingga trauma mendalam saat itu.  Mereka saling menguatkan. Sejak itulah ia jatuh cinta dengan masalah kejiwaan dan menekuninya hingga kini sebagai pendamping psikologis korban tsunami Aceh.

“Lama-lama aku jatuh cinta sama sakit jiwa. Aku belajar sama perawat, soalnya dokter gigi kan enggak pernah diajarin ngomong sama pasien jiwa,” kata Yessi saat ditemui di Jakarta.

Setelah peristiwa tsunami itu, Aceh mengalakkan sistem pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Ada sejumlah kader atau relawan yang membantu menjaring pasien jiwa. “Ini enggak ada uangnya, nanti balasanya di akhirat,” ucap Yessi.

Menurut Yessi, ini adalah pekerjaan dengan hati. Yessi mendatangi banyak tetangganya dan memberi pengertian bahwa cobaan pasti berakhir. Yessi juga turut memperjuangkan dibuatnya Qanun tentang Kesehatan Jiwa. Hari-hari Yessi pun dihabiskan untuk mengurusi sejumah pasien yang mengalami gangguan jiwa.

Ia pun dipercaya menjabat Kasie Konseling Jiwa Dinas Kesehatan Aceh. Akibat pengabdiannya kepada dunia kesehatan jiwa, Yessi juga menerima apresiasi dari Kementerian Kesehatan pada  Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 10 Oktober 2014 lalu. Semoga muncul pendamping psikologis korban tsunami Aceh lainnya dan masyarakat yang menderita kejiwaan akan perlahan pulih.

About The Author

isprawiro

Pernah bekerja di beberapa surat kabar nasional, copywriter serta editor konten blog ecommerce dan belajar SEO.

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CommentLuv badge